Rabu, 27 April 2011

Ibnu Maskawih dan Ibnu Thufail

Pemikiran Ibnu Maskawih dan Ibnu Thufail
Posted on 24. May, 2008 by ave in Pemikiran
RANAH filsafat Islam banyak diwarnai oleh karya-karya beberapa filosof yang mempunyai pandangan yang cemerlang. Sebut saja tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat,logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal diantaranya ialah al-Syifa’. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme.
Selain tokoh-tokoh tersebut, masih ada banyak nama-nama besar dalam khazanah filsafat Islam. Dua nama diantaranya adalah Ibnu Maskawaih dan Ibnu Thufail. Ibnu Maskawaih terkenal dengan pemikiran tentang al nafs dan al akhlaq, sedangkan Ibnu Thufail terkenal dengan pemikirannya yang salah satunya tertuang dalam roman filsafatnya yang terkenal Hayy bin Yaqdhan.
Membahas pemikiran seorang tokoh seperti Ibnu Maskawaih dan ibnu Thufail akan menjadi menarik dan terus menarik sepanjang perkembangan khazanah intelektual muslim. Bukan saja karena corak pemikiran kefilsafatannya, namun juga karena salah satunya (seperti Ibnu Thufail) gemamenuangkan idenya melalui kisah-kisah ajaib yang penuh kebenaran sehingga semakin megukirkan nama besarnya.
Makalah ini merupakan hasil kajian penulis melalui beberapa literatur tentang pemikiran Ibnu Maskawaih dan Ibnu Thufail. Tentang Ibnu Maskawaih, penulis membatasi diri seputar filsafat al nafs dan akhlaq, sedangkan mengenai Ibnu Thufail penulis berupaya menganalisis hasil karya yang berjudul hayy bin yaqdhan yang penuh lambang diantaaranya pengetahuan tentang Tuhan serta kewajiban berbuat baik dan buruk.
Ibnu Maskawih
1. Riwayat Hidup Maskawaih
Maskawaih adalah salah seorang tokoh filsafat dalam Islam yang memuaskan perhatiannya pada etika Islam. Meskipun sebenarnya ia pun seorang sejarawan, tabib, ilmuwan dan sastrawan. Pengetahuannya tentang kebudayaan Romawi, Persia, dan India, disamping filsafat Yunani, sangat luas.
Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Khasim Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih. Sebutan namanya yang lebih masyhur adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih. Nama tersebut diambil dari nama kakeknya yang semula beragama Majusi kemudian masuk Islam. Gelarnya adalah Abu Ali, yang diperoleh dari nama sahabat Ali, yang bagi kaum Syi’ah dipandang sebagai yang berhak menggantikan nabi dalam kedudukannya sebagai pemimpin umat Islam sepeninggalnya. Dari gelar ini tidak salah jika orang mengatakan bahwa Maskawaih tergolong penganut aliran Syi’ah. Gelar ini juga sering disebutkan, yaitu al-Khazim yang berarti bendaharawan, disebabkan kekuasaan Adhud al Daulah dari Bani Buwaihi, ia memperoleh kepercayaan sebagai bendaharawannya[1].
Maskawaih dilahirkan di Ray (Teheran sekarang). Mengenai tahun kelahirannya, para penulis menyebutkan berbeda-beda, MM Syarif menyebutkan tahun 320 H/932 M. Morgoliouth menyebutkan tahun 330 H. Abdul Aziz Izzat menyebutkan tahun 325 H. Sedangkan wafatnya, para tokoh sepakat pada 9 shafar 421 H/16 Februari 1030 M[2].
Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya, Maskawaih hidup pada masa pemerintahan Bani Abbas yang berada di bawah pengaruh Bani Buwaihi yang beraliran Syi’ah dan berasal dari keturunan Parsi Bani Buwaihi yang mulai berpengaruh sejak Khalifah al Mustakfi dari Bani Abbas mengangkat Ahmad bin Buwaih sebagai perdana menteri dengan gelar Mu’izz al Daulah pada 945 M. Dan pada tahun 945 M itu juga Ahmad bin Buwaih berhasil menaklukkan Baghdad di saat bani Abbas berada di bawah pengaruh kekuasaan Turki. Dengan demikian, pengaruh Turki terhadap bani Abbas digantikan oleh Bani Buwaih yang dengan leluasa melakukan penurunan dan pengangkatan khalifah-khalifah bani Abbas[3].
Puncak prestasi bani Buwaih adalah pada masa ‘Adhud al Daulah (tahun 367 H – 372 H). Perhatiannya amat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kesusasteraan, dan pada masa inilah Maskawaih memperoleh kepercayaan untuk menjadi bendaharawan ‘Adhud al Daulah. Juga pada masa ini Maskawaih muncul sebagai seorang filosof, tabib, ilmuwan, dan pujangga. Tapi, disamping itu ada hal yang tidak menyenangkan hati Maskawaih, yaitu kemerosotan moral yang melanda masyarakat. Oleh karena itulah agaknya Maskawaih lalu tertarik untuk menitikberatkan perhatiannya pada bidang etika Islam.
2. Pemikiran Filsafat Ibnu Maskawaih
a. Filsafat Jiwa (al nafs)
Menurut Ibnu Maskawaih, Jiwa berasal dari limpahan akal aktif (‘aqlfa’al). jiwa bersifat rohani, suatu substansi yang sederhana yang tidak dapat diraba oleh salah satu panca indera.
Jiwa tidak bersifat material, ini dibuktikan Ibnu Maskawaih dengan adanya kemungkinan jiwa dapat menerima gambaran-gambaran tentang banyak hal yang bertentangan satu dengan yang lain. Misalnya, jiwa dapat menerima gambaran konsep putih dan hitam dalam waktu dalam waktu yang sama, sedangkan materi hanya dapat menerima dalam satu waktu putih atau hitam saja. Jiwa dapat menerima gambaran segala sesuatu, baik yang indrawi maupun yang spiritual. Daya pengenalan dan kemampuan jiwa lebih jauh jangkauannya dibanding daya pengenalan dan kemampuan materi. Bahkan dunia materi semuanya tidak akan sanggup memberi kepuasan kepada jiwa.
Lebih dari itu, di dalam jiwa terdapat daya pengenalan akal yang tidak didahului dengan pengenalan inderawi. Dengan daya pengenalan akal itu, jiwa mampu membedakan antara yang benar dan yang tidak benar berkaitan dengan hal-hal yang diperoleh panca indera. Perbedaan itu dilakukan dengan jalan membanding-bandingkan obyek-obyek inderawi yang satu dengan yang lain dan membeda-bedakannya.
Dengan demikian, jiwa bertindak sebagai pembimbing panca indera dan membetulkan kekeliruan yang dialami panca indera. Kesatuan aqliyah jiwa tercermin secara amat jelas, yaitu bahwa jiwa itu mengetahui dirinya sendiri, dan mengetahui bahwa ia mengetahui dirinya, dengan demikian jiwa merupakan kesatuan yang di dalamnya terkumpul unsur-unsur akal, subyek yang berpikir dan obyek-obyek yang dipikirkan, dan ketiga-tiganya merupakan sesuatu yang satu.
Ibnu Maskawaih menonjolkan kelebihan jiwa manusia atas jiwa binatang dengan adanya kekuatan berfikir yang menjadi sumber pertimbangan tingkah laku, yang selalu mengarah kepada kebaikan. Lebih jauh menurutnya, jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkat-tingkat. Dari tingkat yang paling rendah disebutkan urutannya sebagai berikut:
1) Al nafs al bahimiyah (nafsu kebinatangan) yang buruk.
2) Al nafs al sabu’iah (nafsu binatang buas) yang sedang
3) Al nafs al nathiqah (jiwa yang cerdas) yang baik[4].
Manusia dikatakan menjadi manusia yang sebenarnya jika ia memiliki jiwa yan cerdas. Dengan jiwa yang cerdas itu, manusia terangkat derajatnya, setingkat malaikat, dan dengan jiwa yang cerdas itu pula manusia dibedakan dari binatang. Manusia yang paling mulia adalah manusia yang paling besar kadar jiwa cerdasnya, dan dalam hidupnya selalu cenderung mengikuti ajakan jiwa yang cerdas itu. Manusia yang dikuasai hidupnya oleh dua jiwa lainnya (kebinatangan dan binatang buas), maka turunlah derajatnya dari derajat kemanusiaan.
Berkenaan dengan kualitas dari tingkatan-tingkatan jiwa yang tiga macam tersebut, Maskawaih mengatakan bahwa jiwa yang rendah atau buruk mempunyai sifat ‘ujub, sombong, pengolok-olok, penipu dan hina dina. Sedangkan jiwa yang cerdas mempunyai sifat-sifat adil, harga diri, berani, pemurah, benar, dan cinta[5].
b. Filsafat Akhlaq
Sebagai “Bapak Etika Islam”, Ibnu Maskawaih dikenal juga sebagai Guru Ketiga (al Mu’allim al tsalits), setelah al Farabi yang digelari Guru Kedua (al Mu’allim al tsani). Sedangkan yang dipandang sebagai Guru Pertama (al Mu’allim al awwal) adalah Aristoteles. Teori Maskawaih tentang etika dituangkan dalam kitabnya yang berjudul Tahzib al Akhlaq wa That-hir al ‘Araq (Pendidikan budi pekerti dan pembersihan watak).
Kata akhlaq adalah bentuk jamak dari kata khuluq. Ibnu Maskawaih memberikan pengertian khuluq sebagai keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya[6].
Dengan kata lain, khuluq merupakan keadaan jiwa yang mendorong timbulnya perbuatan secara spontan. Keadaan jiwa tersebut bisa merupakan fitrah sejak kecil, dan dapat pula berupa hasil latihan membiasakan diri, hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan baik.
Dari pengertian itu dapat dimengerti bahwa manusia dapat berusaha mengubah watak kejiwaan pembawa fitrahnya yang tidak baik menjadi baik. Manusia dapat mempunyai khuluq yang bermacam-macam baik secara cepat maupun lambat. Hal ini dapat dibuktikan pada perubahan-perubahan yang dialami anak dalam masa pertumbuhannya dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai dengan lingkungan yang mengelilinginya dan macam pendidikan yang diperolehnya.
Ibnu Maskawaih menetapkan kemungkinan manusia mengalami perubahan-perubahan khuluq, dan dari segi inilah maka diperlukan adanya aturan-aturan syari’at, diperlukan adanya nasihat-nasihat dan berbagai macam ajaran tentang adab sopan santun. Adanya itu semua memungkinkan manusia dengan akalnya untuk memilih dan membedakan mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Dari sini pula Ibnu Maskawaih memandang penting arti pendidikan dan lingkungan bagi manusia dalam hubungannya dengan pembinaan akhlaq[7].
IBNU THUFAIL
1. Riwayat Hidup Ibnu Thufail
Nama lengkap Ibnu Thufail adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu ‘Abd al Malik ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Thufail. Ia merupakan pemuka pertama dalam pemikiran filosofis Muwahhid yang berasal dari Spanyol. Ibnu Thufail lahir pada abad VI H di kota Guadix, propinsi Granada. Keturunannya merupakan keluarga suku Arab yang terkemuka, yaitu suku Qais.
Karier Ibnu Thufail bermula sebagai dokter praktik di Granada. Karena ketenaran atas jabatan tersebut, ia diangkat sebagai sekretaris Gubernur di propinsi itu. Pada tahun 1154 M (549 H) ia menjadi sekretaris pribadi Gubernur Ceuta dan Tangier, penguasa Spanyol pertama yang merebut Maroko. Dan dia menjabat dokter tinggi serta menjadi qadhi di pengadilan pada masa Khalifah Muwahhid Abu Ya’qub Yusuf (558 H – 580 H)[8].
2. Falsafah Hayy bin Yaqdhan
Sebagaimana umumnya para filosuf yang tenggelam dalam kerja kontemplatif Ibnu Thufail juga berfikir tentang alam dan bagaimana proses-prosesnya serta agama dan bagaimana kemunculannya. Kemudian beliau merangkum hasil-hasil pencerahannya dalam karyanya yang terkenal yang diberi nama hayy bin yaqdhan (hidup anak kesadaran, yang bermaksud bahwa intelek manusia berasal dari intelek Tuhan ) atau di kenal juga sebagai asraar al falsafah al isyraqiyah (rahasia-rahasia filsafat eluminasi).
Hasil karya Ibnu Thufail ini telah di terjemahkan ke dalam bahasa latin pada masa di mana bahasa tersebut hanya di gunakan sebagai penterjemah karya-karya besar ilmiah (magnum opus) yang menjadi referensi utama, termasuk yang telah menterjemahkannya ke dalam bahasa latin adalah Giovanni vico dolla Mirandolla (Abad 15) kemudian yang paling terkenal adalah Edward Pockoke yang memberi tajuk pada karya tersebut Philosophus Autodidaktus (al filosuf al mu’allim nafsaha/Sang filosuf Autodidak) di mana nama tersebut di tujukan sebagai apresiasinya terhadap Ibnu Thufail. Pada masa selanjutnya, karya ini juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia.
Secara ringkas karya ini berkisah tentang seorang anak yang tumbuh tanpa ayah dan ibu di sebuah pulau tak berpenghuni, anak tersebut di sebut oleh Ibnu Thufail sebagai hay bin yaqdhan (hidup anak kesadaran) yang kemudian hari diambil anak oleh seekor kijang dan dibesarkan dengan air susunya hingga akhirnya menjadi dewasa dan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri. Ketika umurnya telah mencapai usia tujuh tahun hay bin yaqdhan menemukan bahwa dirinya ternyata berbeda dengan hewan-hewan lain yang berada di pulau tersebut. Ia melihat bahwa hewan-hewan tersebut ternyata memiliki ekor, pantat dan bulu-bulu di bagian-bagian tubuhnya. Hal tersebut membuat hay bin yaqdhan mulai berfikir dan menggunakan potensi akalnya yang kemudian ia menjadikan daun-daunan untuk menutupi badannya untuk beberapa saat sampai akhirnya menggantinya dengan kulit binatang yang telah mati.
Sampai pada suatu saat, matilah kijang yang mengasuhnya. Hal tersebut mendorongnya untuk memeriksa tubuh dari kijang tersebut. Tetapi secara kasat mata dia tak menemukan sesuatu yang berbeda dari ketika kijang itu masih hidup. Kemudian ia mulai membedahnya hingga menemukan pada rongga tubuh kijang tersebut gumpalan yang diseliputi oleh perkakas tubuh yang mana darah di dalamnya menjadi beku. Maka hayy bin yaqdhan mulai tahu bahwa jantung jika berhenti maka bersamaan itu pula kehidupan suatu makhluk hidup akan berakhir.
Selain dari pada itu, pada suatu hari hayy bin yaqdhan menyalakan api di pulau tersebut, maka ia mulai merasakan bahwa api ternyata dapat memberikan penerangan dan membangkitkan panas. Tidak cukup dengan itu, ia juga menemukan bahwa daging burung dan ikan yang di bakar api terasa lebih enak dan sedap. Maka mulailah ia selalu menggunakan api untuk memasak makanan dan seterusnya mulailah ia memperkuat penggunaan indranya dan menggunakan apa yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Hayy bin yaqdhan juga menyaksikan bahwa alam ini tunduk dalam suatu aturan kosmos dan akan berakhir pada titik ketiadaan, dan yang di maksud dengan alam adalah segala eksistensi yang immanent dan bisa kita rasakan dan semuanya itu mempunyai karakter “Baru” ( haadist) yang berarti didahului oleh ketiadaan (yang dalam teori penciptaan di sebut sebagai creatio ex nihilo). Karena setiap peristiwa baru mengharuskan adanya yang mengadakan dan hipotesa ini akhirnya membawa hayy bin yaqdhan pada suatu kesimpulan tentang “Sang Pencipta (The creator) dan ia juga menyaksikan bahwa segala eksistensi di alam ini bagaimanapun berbedanya ternyata mempunyai titik-titik kesamaan baik dari segi asal maupun pembentukan maka ini mengarahkannya pada pemikiran bahwa segala yang ada ini bersumber dari subyek yang satu (causa prima) maka iapun mengimani Tuhan yang satu.
Kemudian hayy bin yaqdhan mulai mengarahkan pandangannya ke langit dan melihat matahari yang terbit dan terbenam setiap harinya secara berulang-ulang maka seperti itulah dalam pandangannya aturan kosmos yang berkesinambungan sebagaimana yang terdapat pada planet dan bintang-bintang. Tidak cukup dengan itu, hayy bin yaqdhan berkesimpulan bahwa termasuk sifat tuhan adalah apa-apa yang bisa kita lihat melalui jejak-jejak ciptaan-Nya, maka tampaklah karakter Tuhan sebagai Eksistensi yang Maha sempurna ( The perfect one ) lagi kekal dan yang selainnya akan rusak dan berakhir pada ketiadaan.
Seiring dengan berjalannya waktu sampailah Hayy bin yaqdhan pada umurnya yang ke-35, dan mulailah ia mencari indra apa dalam dirinya yang membawanya pada hipotesa-hipotesa dan menunjukinya pada kesimpulan-kesimpulannya yang telah lampau. Maka ia menemukan apa itu akal (reason), ruh (spirit) dan jiwa (nafs/soul). Dan ia tetap hidup di pulaunya sampai beberapa saat dengan kecondongan rohani dan kesenangan melakukan ekstasi (semedi) sambil berkontemplasi tentang segala ciptaan sebagai teofani (tajalliyaat ) sang wajibul wujud (The necessary being).
Sampai pada suatu saat singgahlah di pulau tersebut untuk pertama kalinya seorang manusia bernama Absal, seorang ahli ibadah yang hidup secara asketis (zuhd) yang datang dari negeri yang jauh untuk beribadah, bertapa dan berkontemplasi, maka bertemulah Absal dengan Hayy bin yaqdhan. Dan Hayy bin yaqdhan pun mengambil pelajaran darinya tentang segala nama-nama (Al asmaa’ kulluhaa) dan kebenaran-kebenaran wahyu ( syariat). Dan setelah masa yang panjang Hayy pun akhirnya mampu berbicara dengan bahasa Absal.
Kedua orang tersebut membandingkan pikirannya masing-masing, di mana yang satu murid dari alam, sedang yang lain adalah seorang filosof dan pemeluk agama, maka tahulah keduanya bahwa dirinya telah mencapai kesimpulan yang sama[9].
Dan melalui interaksinya dengan Hayy bin Yaqdhan, maka Absal pun tahu bahwa apa yang telah dicapai Hayy dengan akalnya secara mandiri tanpa bantuan yang lain itu ternyata mempunyai kesinambungan dengan apa yang telah di bawa oleh nabi-nabi.
Dan kemudian Absal pun membawa Hayy bin yaqdhan kepada kaumnya, dan mulai berorasi dan memperingatkan kaumnya (sebagaimana para nabi) dengan apa-apa yang telah ia lihat dan dapatkan dari pengalamannya tentang kesejatian hidup, keremehan harta benda dan pentingnya merenungi tanda-tanda kekuasaan Sang pencipta. Tetapi ia terlalu vulgar dalam penyampainnya, sehingga kaumnya pun menghindarinya karena menganggapnya menyimpang dari pemahaman literar matan-matan kudus wahyu. Akhirnya Hayy bin yaqdhan berpaling kepada Absal dan berkata bahwa nabi-nabi lebih tahu tentang jiwa-jiwa manusia dari pada dirinya dan pelajaran-pelajaran dan pengalaman yang ia capai ketika masih hidup di pulau bersama hewan-hewan itu lebih tinggi dan adi luhung dari fase manusia yang ia hadapi sekarang. Dan akhirnya Absal pun menemani Hayy bin yaqdhan hidup bersama-sama dengannya beribadah dan merenung sampai maut menjemput mereka.
Jika dilihat, maka akan didapati tiga hal dalam kisah tersebut yang masing-masing menjadi lambang tiga hidup yang berlainan:
1) Hayy bin Yaqdhan, sebagai lambang kekuatan akal dalam mencapai suatu kesimpulan atas keyakinan kepada Tuhan. Dengan memikirkan alam dengan isinya serta dirinya sendiri, lambat laun sampai pada keyakinan kepada Tuhan.
2) Tokoh Absal, sebagai lambang hidup tokoh agama, yang dengan memikirkan wahyu sebagai kebenaran, lambat laun sampai kepada keyakinan kepada Tuhan. Dari sini terlihat kesesuaian antara agama dan filsafat.
3) Keadaan di sekitar, sebagai lambang fakta-fakta kehidupan.
Dari sini kemudian dapat dipahami bahwa ada kesinambungan secara hierarkhis antara ilmu, agama, dan filsafat. Kijang yang mati merupakan fakta yang bisa menjadi bahan renungan Hayy bin Yaqdhan, apa di balik kematian itu? (ketika berbicara “di balik”, merupakan wilayah filsafat).
Di roman filsafatnya Ibnu Thufail juga ingin menyampaikan bahwa kebenaran ternyata memiliki dua wajah internal dan eksternal yang sebenarnya sama saja. Dan kedua wajah tersebut berkaitan dengan dikhotomi dua kalangan manusia yaitu kalangan khowash yang mampu mencapai taraf kecerdasan tertinggi baik melalui diskursus filosofis maupun pencerahan mistik (kasyaf) dan kalangan awam yang tak mampu mencapainya dan hanya mampu mengerti bahasa literal dari matan-matan kudus wahyu keagamaan.
PENUTUP
Peradaban Islam melahirkan banyak ahli filsafat yang ternama. Namun entah mengapa filsafat dan kesusastraan Islam tetap dianggap sebagai satu kelompok yang hilang dalam sejarah pemikiran manusia. Jangan heran bila dalam studi sejarah pemikiran lebih mengenal tokoh-tokoh yang berasal Yunani dan Barat ketimbang dari Islam.
Meskipun para ulama Islam yang ahli di bidang pemikiran dan kebudayaan dianggap berilian, namun mereka tak mendapat tempat yang sewajarnya dibandingkan dengan tokoh Yunani seperti Plato dan Aristoteles. Karena itu, kajian-kajian mengenai tokoh-tokoh Islam berkenaan dengan khazanah intelektual Islam masih perlu ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya.
Biografi Singkat Al Farabi
Author: Gudang Tips Dan Ilmu Pengetahuan // Category: Artikel, Sejarah
Nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh. Lahir pada 870 M di desa Wasij, bagian dari Farab, yang termasuk bagian dari wilayah Mā Warā`a al-Nahr (Transoxiana); sekarang berada di wilayah Uzbekistan. Al-Farabi meninggal di Damaskus, ibukota Suriah pada umur sekitar 80 tahun, tepatnya pada 950 M. Di negeri Barat, al-Farabi dikenal dengan nama Avennaser atau Alfarabius. Ayahnya berasal dari Persia (Suriah) yang pernah menjabat sebagai panglima perang Turki. Sedang ibunya berasal dari Turki.
Pada masa mudanya, di kota kelahirannya, al-Farabi banyak belajar beragam disiplin ilmu, mulai dari fikih, tafsir, hingga logika. Namun semua penjelasan gurunya tidak memuaskan dirinya. Al-Farabi kemudian pindah ke Baghdad, pusat ilmu pengetahuan dan peradaban saat itu. Di Baghdad inilah, al-Farabi bertemu sekaligus belajar dengan orang-orang terkenal dari beragam disiplin ilmu pengetahuan. Al-Farabi belajar bahasa dan sastra Arab dari Abu Bakr al-Sarraj; belajar logika dan filsafat dari Abu Bisyr Mattius (seorang Kristen Nestorian) yang banyak menerjemah filsafat Yunani dan Yuhana bin Hailam (juga seorang filosof Kristen). Al-Farabi bahkan sempat pergi ke Harran, daerah yang berada di wilayah tenggara Turki yang dikenal sebagai pusat kebudayaan Yunani di Asia Kecil. Daerah Harran ini pula lah, konon orang tua nabi Ibrahim as. lahir dan dibesarkan, sekaligus menjadi tempat lahirnya bapak para nabi itu.

Al-Farabi dipandang sebagai filosof Islam pertama yang berhasil menyusun sistematika konsepsi filsafat secara meyakinkan. Posisinya mirip dengan Plotinus (204 – 270 M) yang menjadi peletak filsafat pertama di dunia Barat. Jika orang Arab menyebut Plotinus sebagai Syaikh al-Yūnānī (guru besar dari Yunani), maka mereka menyebut al-Farabi sebagai al-Mu’allim al-Tsānī (guru kedua) di mana “guru pertama”-nya disandang oleh Aristoteles. Julukan “guru kedua” diberikan pada al-Farabi karena dialah filosof muslim pertama yang berhasil menyingkap misteri kerumitan yang kontradiktif antara pemikiran filsafat Aristoteles dan gurunya, Plato. Melalui karya al-Farabi berjudul al-Ibānah ‘an Ghardh Aristhū fī Kitāb Mā Ba’da al-Thabī’ah (Penjelasan Maksud Pemikiran Aristoteles tentang Metafisika). Karya al-Ibānah inilah yang membantu para filosof sesudahnya dalam memahami pemikiran filsafat Yunani. Konon Ibnu Sina (filosof besar sesudah al-Farabi) sudah membaca 40 kali buku metafisika karya Aristoteles, bahkan dia menghafalnya, tetapi diakui bahwa dirinya belum mengerti juga. Namun setelah membaca kitab al-Ibānah karya al-Farabi yang khusus menjelaskan maksud dari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku mulai paham pemikiran metafisik-nya Aristoteles.
Setelah melakukan petualangan cukup lama di Baghdad, sekitar 20 tahun, al-Farabi pergi ke Damaskus ketika berumur 75 tahun (sekitar tahun 945 M). Di ibukota Suriah inilah, al-Farabi berkenalan dengan Sultan Saif ad-Daulah, penguasa Dinasti Hamdan di Aleppo, wilayah Suriah bagian utara yang dikenal sebagai negeri industri. Sultan memberi al-Farabi jabatan sebagai ulama istana dengan banyak fasilitas kerajaan yang mewah. Namun fasilitas mewah itu ditolaknya dan hanya mau mengambil sekitar 4 dirham saja per hari sekedar untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari secara sederhana. Di negeri Aleppo ini, al-Farabi banyak berkenalan dengan para ahli di berbagai disiplin ilmu pengetahun: sastrawan, penyair, ahli fikih, kalam, dan lainnya. Sisa dari gaji yang diterima dari kerajaan, digunakan al-Farabi untuk kepentingan sosial dan dibagi-bagikan pada kaum fakir miskin di sekitar Aleppo dan Damaskus. Pada tahun 950 M, al-Farabi meninggal dunia di Damaskus pada usia 80 tahun.
Sekilas tentang Pemikiran Filsafatnya.
Al-Farabi menggunakan proses konseptual yang disebutnya dengan nazhariyyah al-faidh (teori emanasi) untuk memahami hubungan antara Tuhan dan alam pluralis dan empirik. Menurut teori ini, alam terjadi dan tercipta karena pancaran dari Yang Esa (Tuhan); yaitu keluarnya mumkin al-wujūd (disebut alam) dari pancaran Wājib al-Wujūd (Tuhan). Proses terjadinya emanasi (pancaran) ini melalui tafakkur (berpikir) Tuhan tentang diri-Nya, sehingga Wājib al-Wujūd juga diartikan sebagai “Tuhan yang berpikir”. Tuhan senantiaa aktif berpikir tentang diri-Nya sendiri sekaligus menjadi obyek pemikiran. Al-Farabi memberi 3 istilah yang disandarkan padaTuhan: al-‘Aql (akal, sebagai zat atau hakikat dari akal-akal); al-‘Āqil (yang berakal, sebagai subyek lahirnya akal-akal); dan al-Ma’qūl (yang menjadi sasaran akal, sebagai obyek yang dituju oleh akal-akal).
Sistematika teori emanasi al-Farabi adalah sebagai berikut:
1. Tuhan sebagai al-‘Aql dan sekaligus Wujud I. Tuhan sebagai al-‘Aql (Wujud I) ini berpikir tentang diri-Nya hingga melahirkan Wujud II yang substansinya adalah Akal I → al-Samā` al-Awwal (langit pertama).
2. Wujud II itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud III yang substansinya Akal II → al-Kawākib (bintang-bintang).
3. Wujud III itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud IV yang substansinya Akal III → Saturnus.
4. Wujud IV itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud V yang substansinya Akal IV → Jupiter.
5. Wujud V itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud VI yang substansinya Akal V → Mars.
6. Wujud VI itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud VII yang substansinya Akal VI → Matahari.
7. Wujud VII itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud VIII yang substansinya Akal VII → Venus.
8. Wujud VIII itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud IX yang substansinya Akal VIII → Mercury.
9. Wujud IX itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud X yang substansinya Akal IX → Bulan.
10. Wujud X itu berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud XI yang substansinya Akal X → Bumi, ruh, dan materi pertama (hyle) yang menjadi dasar terbentuknya bumi: api, udara, air, dan tanah. Akal X ini disebut juga al-‘aql al-fa’āl (akal aktif) yang biasanya disebut Jibril yang berperan sebagai wāhib al-suwar (pemberi bentuk, form).
Al-Farabi membagi wujud-wujud itu ke dalam dua kategori: 1) esensinya tidak berfisik (baik yang tidak menempati fisik [yaitu Tuhan, Akal I, dan Akal-Akal Planet] maupun yang menempati fisik [yaitu jiwa, bentuk, dan materi]). 2) esensinya berfisik (yaitu benda-benda langit, manusia, hewan, tumbuhan, barang-barang tambang, dan unsur yang empat, yaitu: api, udara, air, dan tanah).
Pemikiran al-Farabi yang lain adalah tentang jiwa. Menurutnya, jiwa berasal dari pancaran Akal X (Jibril). Hubungan antara jiwa dan jasad hanya bersifat accident (‘ardhiyyah), artinya ketika fisik binasa jiwa tidak ikut binasa, karena substansinya berbeda. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nāthiqah (jiwa yang berpikir) yang berasal dari alam Ilahi, sedang jasad berasal dari alam khalq yang berbentuk , berkadar, bergerak, dan berdimensi.
Jiwa manusia, menurut al-Farabi, memiliki 3 daya: 1) daya gerak (quwwah muharrikah), berupa: makan (ghādiyah, nutrition), memelihara (murabbiyah, preservation), dan berkembang biak (muwallidah, reproduction); 2) daya mengetahui (quwwah mudrikah), berupa: merasa (hāssah, sensation) dan imajinasi (mutakhayyilah, imagination); dan 3) daya berpikir (al-quwwah al-nāthiqah, intellectual), berupa: akal praktis (‘aql ‘amalī) dan akal teoretis (‘aql nazharī). Dan al-‘aql al-nazharī terbagi pada 3 tingkatan: 1) al-‘aql al-hayūlānī (akal potensial, material intellect) yang mempunyai “potensi berpikir” dalam arti melepaskan arti-arti atau bentuk-bentuk (māhiyah) dari materinya; 2) al-‘aql bi al-fi’l (akal aktual, actual intellect) yang dapat melepaskan arti-arti (māhiyah) dari materinya dan arti-arti itu telah mempunyai wujud dalam akal yang sebenarnya (aktual), bukan lagi dalam bentuk potensial; 3) al-‘aql al-mustafād (akal pemerolehan, acquired intellect) yang sudah mampu menangkap bentuk murni (pure form) tanpa terikat pada materinya karena keberadaannya (pure form) tidak pernah menempati materi. Al-‘aql al-mustafād bisa berkomunikasi dengan akal ke-10 (Jibril) dan mampu menangkap pengetahuan yang dipancarkan oleh “akal aktif” (‘aql fa’āl). Dan ‘aql fa’āl menjadi mediasi yang bisa mengangkat akal potensial naik menjadi akal aktual, juga bisa mengangkat akal aktual naik menjadi akal mustafad. Hubungan antara ‘aql fa’āl dan ‘aql mustafād ibarat mata dan matahari.
Pemikiran al-Farabi yang lain adalah di bidang sosial-politik. Karyanya yang terkenal adalah berjudul Ārā` Ahl al-Madīnah al-Fādhilah (Opini Penduduk tentang Negara Utama). Menurut al-Farabi, politik diperlukan sebagai mediasi yang bisa mengantarkan manusia hidup bahagia di dunia dan akhirat. Untuk mencapai kesempurnaan, manusia tidak bisa hidup sendiri, melainkan harus bekerjasama. Hubungan kerjasama setiap individu inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya masyarakat. Menurut al-Farabi, seorang pemimpin harus memiliki karakter umum, seperti: 1) kecerdasan; 2) ingatan yang kuat; 3) murah hati; 4) sederhana; 5) cinta keadilan; 6) cinta kejujuran; 7) tegar, berani; dan fasih bicara.
Di samping karakter umum, al-Farabi juga berpendapat bahwa seorang penguasa (pemimpin negara) harus memiliki daya profetik (kenabian) yang sampai pada tingkatan ‘aql mustafād agar mampu menangkap sinat pengetahuan yang dipancarkan oleh akal ke-10 (jibril). Oleh karena itu, ketika seorang pemimpin yang mencapai tingkatan itu sulit ditemukan atau tidak ada (yaitu seorang nabi), maka bisa diganti oleh seorang filosof, karena dia juga mampu sampai pada tingkatan ‘aql mustafād. Namun jika kriteria filosof juga belum ditemukan, maka negara bisa dipimpin secara kolektif dalam bentuk semacam presidium. Di antara orang-orang yang memiliki karakter pemimpin itu, kemudian dipilih satu orang yang memiliki kearifan tertinggi, lalu yang lain dipilih berdasarkan keahlian pengetahuan yang spesifik dan berbeda-beda, seperti: ahli pemerintahan, ahli strategi perang, ahli ekonomi, ahli bicara (orator) dan komunikasi (komunikator), dan sebagainya. Lawan dari al-madīnah al-fādhilah (negara utama) adalah al-madīnah al-fāsidah (negara korup/rusak) yang ditandai dengan ciri-ciri: kebodohan (jahl), kebobrokan (fisq), gonjang-ganjing (tabaddul), dan sesat/rugi (khusr).
Pemikiran al-Farabi yang lain lagi adalah soal teori kenabian yang sekaligus ditujukan untuk merespon pendapat Ibnu al-Rāwandi (w. ± 910 M ) yang lebih tegas penolakannya terhadap kenabian, dan al-Razi (w. 925 M) yang kritik dan penolakannya pada kenabian masih kontroversi dan diragukan (baca kembali tulisan saya tentang teori kenabian menurut al-Razi). Menurut al-Farabi, nabi dan filosof sama-sama mampu berkomunikasi dengan ‘aql fa’āl (akal ke-10) yang tidak lain adalah Jibril, karena keduanya sampai pada tingkat ‘aql mustafād. Hanya keduanya memiliki perbedaan: nabi mampu berkomunikasi dengan akal ke-10 tanpa melalui latihan khusus karena mendapat limpahan dari Tuhan berupa kekuatan atau daya suci (quwwah qudsiyyah) yang di dalamnya ada daya imaginasi luar biasa, berupa al-hads (semacam insight khusus). Sementara filosof harus melalui latihan yang serius dan cukup lama. Dengan demikian, nabi lebih tinggi tingkatannya daripada filosof. Dan bisa juga dikatakan bahwa setiap nabi pasti seorang filosof, tetapi setiap filosof belum tentu seorang nabi.
Demikian sekilas soal al-Farabi, semoga kita juga menjadi umat Islam yang bisa berpikir kritis dan cerdas. Semoga kita juga senantiasa berpandangan positif tentang filsafat karena sebenarnya para filosof adalah orang-orang bijak yang hidup sederhana dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk mencari kebenaran dan menebarkan cinta-kasih pada sesama. Semoga…!!!

Mesopotamia

Peradaban Mesopotamia

Peradaban Mesopotamia tumbuh dan berkembang di Timur Tengah, tepatnya di kawasan subur antara Sungai Eufarat dan Tigris. Oleh orang Yunani daerah itu dijuluki Mesopotamia, dari kata mesos yang berarti di antara dan potamos yang berarti sungai-sungai. Di daerah subur itu silih berganti muncul peradaban dari bangsa yang berbeda. Uniknya, meskipun saling menaklukkan, keunggulan peradaban bangsa yang takluk, dilanjutkan oleh bangsa yang menang.
Peradaban Sumeria
Sejak tahun 500 SM, bangsa Sumeria mengusahakan lahan pertanian di sebelah selatan Mesopotamia. Mereka mengembangkan kebudayaan yang disebut Ubaid. Lama-kelamaan mereka mengetahui cara meningkatkan hasil pertanian, seperti membangun saluran irigasi untuk mengairi lahan sekaligus menanggulangi banjir musiman.
Kawasan subur Mesopotamia yang dikelilingi pegunungan Tandus.
Berlimpahnya hasil pertanian mengakibatkan populasi meningkat. Keadaan itu mendorong munculnya kota-kota. Kota-kota yang terkenal antara lain Eridu, Ur, Uruk. Munculnya kota-kota menandai babak baru dalam peradaban Sumeria. Masyarakat Sumeria semakin majemuk, bukan lagi hanya petani, melainkan terdapat beragam profesi dan status, seperti pedagang, tukang, dan pendeta.
Sistem Pemerintahan
Pada awalnya masing-masing kota Sumeria berdiri sendiri menjadi semacam negara-kota. Tiap kota diperintah oleh suatu dewan yang terdiri atas para orang tua. Khusus pada masa perang, pimpinan beralih kepada seorang panglima yang disebut lugal. Ia menjadi pemimpin sampai perang berakhir.
Persaingan dan perebutan di antara kota-kota mengakibatkan peperangan sering terjadi. Keadaan diperburuk oleh serangan dari suku-suku nomad. Peperangan yang berlarut-larut membuat kedudukan para lugal semakin permanen. Mereka memerintah untuk waktu yang lama, kemudian untuk seumur hidup. Keadaan tersebut mendorong sistem pemerintahan di setiap kota berubah menjadi kerajaan. Sejak tahun 2900 SM, kedudukan lugal telah berubah menjadi raja.
Setelah sempat dikuasai oleh Akkadia lalu Gutia, peradaban Sumeria bangkit kembali di bawah pemerintahan Ur-Nammu. Di bawah pemerintahannya, kota-kota Sumeria dipersatukan. Akan tetapi, kejayaan itu hanya bertahan 100 tahun. Bangsa Elam menyerang dan menguasai kota-kota Sumeria. Meskipun demikian, bangsa yang menguasai kawasan itu tetap melanjutkan peradaban Sumeria.
Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan Sumeria bercorak polytheisme. Bangsa Sumeria menyembah ratusan dewa-dewi. Bagi mereka, memuja dan memberikan persembahan kepada dewa-dewi amat penting agar tetap makmur. Jika tidak, dewa-dewi akan marah dan menjatuhkan hukuman dalam wujud banjir dan perang.
Masing-masing kota memiliki dwa pelindung. Dewa itu akan memelihara keberlangsungan kota. Dewa-dewi lainnya dikaitkan dengan segi-segi kehidupan sehari-hari.
Dewa-dewi Sumeria
Enhil, dewa udara sekaligus dewa tertinggi
Ninhursag, istri Enhil sekaligus dewi tertinggi
Enki, dwa air dan pelindung ilmu pengetahuan serta sihir
Nanna (kemudian disebut Sin), putera Enhil sekaligus dewa bulan
Utu (kemudian disebut Shamash), putera Nanna sekaligus dewa matahari
Innana (kemudian disebut Itsar), dewi cinta sekaligus perang

Sistem Tulisan
Salah satu jasa bangsa Sumeria bagi sejarah dunia adalah penemuan sistem tulisan. Sejak tahun 400 SM bangsa Sumeria telah mengembangkan sistem tulisan. Sistem tulisan itu muncul seiring dengan pertumbuhan kota-kota yang cepat. Pertumbuhan kota melahirkan kebutuhan akan catatan-catatan, seperti kronik peristiwa penting dan jumlah panenan serta ternak yang harus diserahkan ke kuil pemujaan untuk persembahan.
Sistem tulisan Sumeria berupa tulisan gambar (pictograp). Orang Sumeria menulis pada tablet, yakni lempengan tanah liat. Sebagai alat tulis, digunakan semacam paku. Itulah sebabnya, sistem tulisan Sumeria dikenal sebagai huruf paku.
Dalam perkembangannya, sistem penulisan Sumeria mengalami modifikasi ke dalam bentuk lambang-lambang. Sistem penulisan ini selanjutnya dipakai oleh bangsa-bangsa yang menguasai kawasan Mesopotamia.
Bangunan Kuil
Tata kota bangsa Sumeria tidak bia dilepaskan dari bangunan kuil. Orang Sumeria percaya bahwa kota bukan milik mereka, melainkan para dewa-dewi. Oleh karena itu, harus ada bangunan kuil di pusat kota. Besar dan kecilnya kuil tergantung dari kemakmuran kota yang bersangkutan.
Bangsa Sumeria mempunyai cara tersendiri dalam bembangun kuil. Secara bertahap mereka memperbarui kuil sesuai dengan tingkat kemakmuran kota. Saat memperbarui, mereka membangun kuil baru di atas kuil yang lama. Begitu seterusnya sehingga kuil semakin tinggi dan berundak-undak. Model bangunan seperti itu disebut ziggurat. Model bangunan kuil seperti itu terus dilanjutkan oleh bangsa-bangsa lain yang menduduki kawasan Mesopotamia.
Peradaban Akkadia
Bangsa Akkadiatermasuk rumpun Semit yang tinggal di wilayah sebelah utara Sumeria. Pada tahun 2371 SM, pasukan Akkadia di bawah pimpinan Sargon menyerang dan menguasai kota Sumeria bernama Kish. Peristiwa itu menandai mulainya peradaban Akkadia di Mesopotamia.
Sargon adalah seorang administrator sekaligus panglima yang unggul. Ia menyatukan kota-kota di kawasan Mesopotamia menjadi satu kerajaan besar. Ia pun memperluas pengaruh sampai ke Mediterania (tepi Laut Tengah) di sebelah barat dan sampai ke Elam di sebelah timur.
Peradaban Akkadia tidak jauh berbeda dengan peradaban Sumeria. Bahkan boleh dikatakan, peradaban Akkadia melanjutkan peradaban Sumeria. Dengan demikian, sistem kepercayaan, sistem tulisan, maupun tata kota serupa dengan peradaban Sumeria.
Peradaban Akkadia hanya berlangsung singkat, seusai usia pemerintahan Sargon. Setelah Sargon meninggal, kerajaan terpecah belah. Kerajaan sempat pulih semasa pemerintahan Naram-Sin. Namun, tidak bertahan lama. Pemberontakan dari dalam dan serangan bangsa Gutia mengakhiri peradaban Akkadia.
Peradaban Babylonia Lama
Peradaban Babylonia lama disebut juga Peradaban Amoria. Bangsa Amoria termasuk rumpun Semit. Bangsa ini mulai berpengaruh di kawasan Mesopotamia sekitar tahun 2000 SM. Estela menaklukkan Sumeria, Akkadia, dan Asiría, bangsa ini mendirikan kota-kota sekaligus mengembangkan peradaban di kawasan Mesopotamia.
Tokoh termasyur dari bangsa tersebut hádala Hammurabi. Pada tahun 1792 SM, ia naik tahta di kota Babilón, pusat kerajaan Amoria di tengah kawasan Mesopotamia. Sebetulnya, kerajaan itu sudah ada beberapa ratus tahun sebelumnya. Di bawah pemerintahan Hammurabi, Babylonia memperluas pengaruh sampai ke Sumeria dan Akkadia. Ia juga menaklukkan Gutia, Elam, dan Asiría.
Kejayaan Babylonia lama langsung surut estela Hammurabi meninggal. Tidak ada lagi pemimpin Amoria setangguh Hammurabi. Pada tahun 1590 SM, kota Babylonia jatuh ke dalam kekuasaan bangsa Hittite. Peristiwa itu menandai berakhirnya peradaban Babylonia lama.
Peradaban Babylonia lama boleh dikatakan melanjutkan peradaban yang sebelumnya hidup di Mesopotamia. Baik sistem pemerintahan, sistem tulisan, dan tata kota tidak jauh berbeba dengan peradaban sebelumnya. Namun, ada dua hal yang menjadi ciri khas peradaban Babylonia lama, yakni Codex Hammurabi dan sistem kepercayaan.
Codex Hammurabi
Peninggalan amat bernilai dari peradaban Babylonia lama adalah undang-undang. Hammurabi adalah seorang panglima sekaligus negarawan yang unggul. Ia memperhatikan kesejahteraan rakyat, keamanan negara, dan stabilitas ekonomi serta politik. Semua hal itu tidak mungkin tercapai kalau tidak ada kepastian hukum. Untuk itu, Hammurabi membuat undang-undang, yang terkenal dengan sebutan Codex Hammurabi.
Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan bangsa Amoria tidak jauh berbeda dengan Sumeria. Mereka percaya bahwa beragam peristiwa alam dan nasib manusia telah digariskan para dwa-dewi. Oleh karena itu, kepercayaan bangsa Amoria adalah polytheisme. Meskipun demikian, kepercayaan bangsa Amoria memiliki kekhasan tersendiri. Kepercayaan itu merupakan paduan pengamatan ilmiah terhadap alam semesta (langit) serta cuaca, tata cara pemujaan dewa-dewi yang dianggap sebagai pelindung, dan sihir (magic). Kepercayaan seperti itu menjadi batu loncatan bangsa Amoria untuk mengenal astrologi (ilmu yang mempelajari keterkaitan benda-benda langit dengan kehidupan dan peristiwa di atas bumi).
Dewa-dewi yang disembah bangsa Amoria serupa dewa-dewi orang Sumeria. Hanya namanya yang berbeda. Dewa tertinggi bangsa Amoria adalah Marduk. Mula-mula Marduk hanya sebagai dewa kota Babylon. Bersamaan dengan semakin pentingnya kedudukan kota Babylon di kawasan Mesopotamia, kedudukan Marduk pun semakin penting. Orang Amoria percaya bahwa Marduk adalah dewa yang bijaksana. Ia akan melindungi orang baik dan menghukum orang jahat.
Peradaban Assyria
Mula-mula bangsa Assyria menetap di hulu sungai Tigris, yakni di kota Ashur, Nineveh, Arbela, dan Nimrud. Kawasan tersebut pernah berada di bawah pengaruh Sumeria, kemudian Akkadia, dan Amoria. Bangsa ini sempat bangkit di bawah pimpinan Shamshi-Adad. Bahkan Assyria sempat menanamkan pengaruh di kota Mari dan Babylon. Sepeninggal Shamshi-Adad, Assyria kembali menjadi taklukan Hittite dan Amoria saat pemerintah Hammurabi.
Sekitar tahun 1300 SM, Assyria kembali bangkit di bawah pimpinan Ashur-ubalit I. Bangsa itu memerdekakan diri dari pengaruh bangsa-bangsa lain. Sejak saat itu, Assyria menadi kerajaan yang disegani di kawasan Mesopotamia. Mereka menguasai kawasan itu selama lenih dari 600 tahun. Kejayaan Assyria berakhir pada tahun 612 SM, saat kota Nineveh dan Ashur jatuh ke dalam kekuasaan bangsa Media dan Khaldea.
Peradaban Assyria melanjutkan peradaban sebelumnya. Meskipun demikian, ada tiga hal yang menjadi ciri khas peradaban Assyria, yaitu sistem pemerintahan, sistem kepercayaan, dan ilmu pengetahuan.

Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan Assyria mengutamakan kehidupan kemiliteran. Semua raja Assyria adalah panglima militer yang unggul. Di samping itu, ciri militerisme Assyria tampak dari kecenderungan bangsa itu untuk menggalang pasukan, menyerang, dan menaklukkan wilayah bangsa-bangsa lain. Pasukan Assyria terkenal tangguh dan ditakuti. Akan tetapi, tindakan agresif Assyria itu pada gilirannya mengundang banyak musuh. Dalam pemerintahan, raja berkuasa mutlak dan mengusai segala aspek kegidupan. Hukum dijalan dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan saksi-saksi yang disumpah. Hukum yang dijalankan di Assyria adalah hukuman mati (hukuman pancung) dan memperkerjakan tawanan perang untuk kerja paksa.
Raja-raja Assyria
Shalmaneser I, yang merebut wilayah timur kerajaan Mitanni
Tiglathpileser I, yang menguasai kawasan Mediterania serta berperang melawan Aram dan Phrygia
Tiglathpileser III, yang menaklukkan Damascus (Damsyik) dan Phoenicia
Shalmaneser V, yang menaklukkan Kerajaan Samaria, di bagian utara Israel
Sargon II, yang menaklukkan Urartu dan membangun istana megah di Khosabad
Essarhaddon, yang merebut Memphis, di Mesir
Ashurbanipal II, yang menaklukan Thebe, Babylon, dan Susa

Sistem Kepercayaan
Sistem kepercaayan bangsa Assyria bersifat polytheisme. Dewa-dewi yang disembah sebetulnya berasal dari Sumeria, hanya namanya telah diganti. Dewa tertinggi bernama Ashur. Dari nama dewa itulah diperoleh nama kota Ashur dan bangsa Assyria. Raja dianggap sebagai wakil Ashur di muka bumi. Selain Ashur, makin banyak lagi dewa-dewi yang disembah bangsa Assyria. Seperti peradaban sebelumnya di Mesopotamia, orang Assyria menganggap dewa-dewi berkuasa menentukan nasib manusia serta menguasai langit, bumi, air, badai, dan api.

Dewa-dewi Assyria
Nabu, dewa ilmu pengetahuan dan pelindung juru tulis
Ninurta, dewa perang
Ishtar, dewa cinta

Ilmu Pengetahuan
Peninggalan tak ternilai dari peradaban Assyria di bidang ilmu pengetahuan berupa perpustakaan. Raja-raja Assyria telah membangun perpustakaan besar yang memuat banyak tablet (lempengan tanah liat) yang berisikan tulisan di bidang keagamaan, kesusastraan, pengobatan, sejarah, dan bidang ilmu lainnya. perpustakaan itu terdapat di Nineveh. Kebanyakan tablet berasal dari masa pemerintahan Ashurbanipal II .
Peradaban Babylonia Baru
Peradaban Babylonia baru disebut juga perdaban Khaldea. Kerajaan Babylonia baru didirikan oleh bangsa Khaldea estela dapat melepaskan diri dari bangsa Assyria pada tahun 627 SM. Pada tahun itu, pasukan Khaldea di bawah pimpinan Nabopolassar berhasil merebut kota-kota penting Assyria. Keberhasilan itu juga berkat bantuan pasukan Media.
Sistem pemerintahan kerajaan Babylonia baru mewarisi dan meneruskan sistem pemerintahan Babylonia lama. Raja Babylonia baru yang terkenal adalah Nebuchad-nezzar II. Pada masa pemerintahannya, Babylonia baru mencapai kejayaan. Ketika itu, wilayah kerajaan Babyonia baru meliputi seluruh Mesopotamia, sebagia Arab, Palestina, dan Mediterania. Kerajaan Babylonia baru berlangsung kurang dari 100 tahun. Sepeninggal Nebuchad-nezzar II, Babylonia baru mengalami kemunduran raja terakhir bernama Nabonidus. Setelah raja tersebut, berturut-turut Babylonia berada di bawah pengaruh Persia, Macedonia, dan Seulecid.
Perdaban Babylonia baru melanjutkan peradaban selanjutnya, terutama Babylonia lama. Meskipun demikian, ada hal yang menjadi ciri khas peradaban Babylonia baru yaitu tata kota dan ilmu pengetahuan.
Tata Kota
Peradaban Babylonia baru memperlihatkan kemampuan membangun kota secara menakjubkan. Kota di bangun mengurut perencanaan dan tata kota yang teratur. Prestasi bangsa Khaldea dalam membangun kota paling jelas semasa pemerintahan Nebuchad-nezzar II. Kota Babylon menjadi indah dan megah. Pintu masuk ke dalam kota berupa gerbang yang megah yang disebut gerbang Ishtar. Sedangkan di dalam kota, terdapat bangunan ziggurat raksasa berupa kuil dewa Marduk. Selain itu, terdapat juga taman gantung Babylon yang menjadi salah satu keajaiban dunia.
Ilmu Pengetahuan
Bagsa Khaldea telah mempunyai kemampuan yang tinggi di bidang ilmu pengetahuan. Di bidang matematika, mereka dapat menghitung keliling dan luas lingkaran dengan rumus tertentu. Dalam hitungan waktu, mereka telah menggunakan perhitungan minggu (satu minggu sama dengan tujuh hari), satu hari di bagi menjadi 24 jam, tiap jam dibagi menjadi 60 menit. Merekapun telah mengenal bilangan pecahan, kuadrat, dan akar.
Keunggulan bangsa Khaldea dalam ilmu pengetahuan juga tampak di bidang astronomi. Mereka mampu meramalkan kapan akan terjadi gerhana bulan dan matahari.

Peradaban Persia
Peradaban Persia didirikan oleh bangsa Media dan Persia yang hidup di sebelah timur Mesopotamia. Kedua bangsa itu mula-mula bersekutu, namun kemudian bersaing dan saling menaklukkan. Kerajaan yang pertama muncul adalah kerajaan Media. Raja Media yang termasyur adalah Cyaxares. Semasa pemerintahannya, pasukan Media bersekutu dengan Khaldea menggulingkan Assyria. Setelah lebih dari 100 tahun di bawah pengaruh Media, bangsa Persia bangkit menaklukkan Media. Ketika itu, pasukan Persia dibawah pimpinan Syrus II berhasil mengalahkan pasukan Media di abaeah pimpinan Hstyages. Sejak saat itu kerajaan Persia terus menapak mencapai puncak kekuasaan.
Puncak kebesaran negara Persia terjadi pada masa pemerintahan Darius Agung. Semasa pemerintahannya kekuasaan Persia meliputi seluruh Mesopotamia, Mesir, sampai ke Lembah Indus. Semasa pemerintahnnya pula ibu kota kerajaan dipindahkan dari Persepolis ke Susa. Sejak tahun 465 SM, kerjaan Persia mengalami kemunduran. Kemunduran itu diakibatkan oleh peperangan yang berlarut-larut melawan Yunani. Keadaan diperburuk oleh persaingan berebut kuasa dan pengaruh diantara kalangan bangasawan. Semakin lemahnya pemerintah pusat membuka kesempatan bagi kerajaan takluk untuk memberontak dan melepaskan diri. Akhirnya, pada tahun 330 SM Persia takluk terhadao Machedonia yang dipimpin oleh Alexander Agung.



MESOPOTAMIA
Mesopotamia mempunyai arti daerah diantara dua sungai. Daerah ini, sekarang dinamakan Irak, merupakan daerah yang dialiri sungai Tigris dan sungai Efrat. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan disini bahwa sungai Tigris mengalir sejauh1850 km dari hulu mulai dari daerah Turki melewatiIrak ke Teluk Persia. Di daerah Irak Utara sungai ini mengalir melalui daerah pertanian yang subur yang banyak tumbuh pohon apel, jeruk serta padi-padian, ke arah Tenggara dan bertemu dengan sungai Efrat membentuk shatt Al Arab. Dari teluk Persia sungai Tigris dapat dilayari hingga ke Bagdad, ibukota Irak sekarang.
Sungai Efrat yang berawal dari daerah Turki Timur dan mengalir sejauh n2700 km melewati gurun pasir Suriah dan dataran rendah Irak, merupakan sungai terpanjang din Asia Barat. Sungai ini bertemu dengan sungai Tigris, dan membentuk Shatt Al Arab yang mengalir sejauh 190 km ke teluk Persia.
Daerah Mesopotamia mula-mula dikuasai oleh bangsa Sumeria. Daerah ini dikenal sebagai daerah yang memiliki peradaban yang tertua. Para ahli sejarah mencatat adanya dua kemajuan besar dalam perkembangan peradaban manusia yang telah terjadi di daerah Mesopotamia ini. Pertama, kemampuan bangsa Sumeria sekitar tahun 6500 SM terutama dibagian Utara, dan kedua dalam milenium ke 4 SM mereka mulai menggunakan lambang-lambang sebagai cara untuk menulis. Setiap lambang menggambarkan satu kata lengkap (piktografi). Didasarkan atas piktografi tersebut, mereka mengembangkan cara menulis menggunakan huruf atau aksara baku yang berbentuk baji (pahat) yang oleh serjana Inggris Thomas Hyde pada abad ke-17 diperkenalkan untuk pertama kali dengan nama “cuneiform” (cuneus berarti baji, forma berarti bentuk).
Di samping itu bangsa Sumeria telah memiliki pengetahuan terapan dan teknologi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Antara tahun 4000-2500 SM mereka telah mampu membuat dan mengembangkan penggunaan roda bagi alat angkut, membuat perahu, barang-barang dari keramik, bahkan pada sekitar tahun 3000 SM mereka juga telah mampu membuat barang-barang dari perunggu, yaitu paduan tembaga dengan timah. Perunggu memiliki sifat lebih keras daripada tembaga maupun timah, sehingga dapat dibuat barang atau alat yang mempunyai kekuatan lebih besar. Mereka juga telah menguasai teknik membuat barang-barang dari besi. Dalam hal pembuatan banguna mereka mampu membuat bangunan candi dengan arsitektur yang mengagumkan seperti tampak pada Ziggurat (candi Mesopotamia) yang terkenal itu. Disamping itu sumbang an mereka yang penting ialah bahwa mereka merupakan pencipta kalender akuarat yang pertama. Bangsa Sumeria telah menemukan sistem hitungan sexagesimal yang didasarkan atas jumlah enam sebagai satuan kelipatan. Dari sistem inilah bangsa Sumeria mengenal pembagian waktu satu hari terdiri dari 24 jam, satu jam terdiri atas 60 menit serta satu menit terdiri atas 60 detik yang hingga sekarang masih diguanakan orang diseluruh dunia. Begitu pula dengan pembagian lingkaran dalam 360 derajat. Pembuatan barang-barang , pendistribusiannya serta penggunaannya diatur dan dalam pengawasannya para rohaniwan pada waktu itu. Mereka inilah yang menentukan kebijakan serta peraturan bagi masyarakat.
Sebelum tahun 2500 SM bangsa Sumeria telah memiliki kemampuan berhitung menggunakan bilangan-bilangan. Kemampuan ini mereka gunakan untuk menghitung suatu besaran dalam kehidupan mereka, misalnya mereka membuat tabel perkalian untuk keperluan menentukan luas lahan, juga untuk mengukur volume suatu tumpukan atau timbunan barang atau hasil pertanian. Mereka telah dapat menghitung volume silinder dengan menentukan harga π sama dengan tiga.
Sekitar tahun 2300 SM bangsa Sumeria ditaklukan oleh bangsa Babilonia yang mendiami daerah Mesopotamia bagian selatan yaitu daerah Babilonia dengan ibukotanya Babilon yang merupakan pusat pemerintahan, pusat politik dan agama di Asia Barat. Bangsa Babilonia ini telah mengembangkan matematika dengan memperkenalkan bilangan pecahan. Mereka juga membuat tabel perkalian, bilangan pangkat dua, akar pangkat dua, dan akar pangkat tiga, serta telah mampu menyelesaikan persamaan kuadrat. Dalam hal geometri bangsa Babilonia telah mengetahui bahwa semua segi tiga yang terdapat dalam setengah lingkaran merupakan segitiga siku-siku. Disamping itu mereka membagi lingkaran dalam 360 derajat. Di sini pengetahuan matematika digunakan untuk keperluan astronomi dan perdagangan.
Bansa Babilonia mempunyai sumbangan besar terhadap perkembangan astronomi. Daerah Mesopotamia memiliki langityang senantiasa cerah, jarang berawan, sehingga pada malam hari bintang-bintangdan planet terlihat jelas.Hal inilah yang memungkinkan para rohaniwan Babilonia melakukan observasi tau pengamatan terhadap benda-benda langit yang tampak dan membuat catatan tentang peredaran benda-benda tersebut. Mereka memberi nama pada kelompok bintang-bintang dengan Gemini, Scorpio dan lain-lain. Selain itu dari pengamatan tersebut mereka meramalkan sesuatu kejadian yang akan datang. Misalnya warna merah planet Mars menandakan akan ada peperangan. D emikian pula nasib seseorang diramalkan melalui hari kelahirannya, yaitu bertepatan dengan kelompok bintang apa. Oleh karena mereka sangat tertarik oleh ramalan-ramalan dengan bintang-bintang ini, maka mereka sangat tekun mempelajari keadaan atau posisi bintang-bintang tersebut. Sekitar tahun 2000 SM bangsa Babilonia telah memiliki kalender. Mereka menetapkan bahwa satu tahun itu terdiri atas 360 hari dan dibagi dalam 12 bulan sehingga tiap bulan terdiri atas 30 hari. Mereka juga membagi 1 hari menjadi 2x12 jam, dan tiap jam dibagi kedalam 60 menit, kemudian tiap menit terbagi atas 60 detik. Pengetahuan mereka mengenai peredaran bintang maupun planet serta bulan dan matahari mereka gunakan untuk menetapkan arah mata angin, barat, timur, utara dan selatan. Hal ini tampak pada banguna candi-candi yang sisinya selalu menghadap ke arah mata angin.

Pengamatan mereka terhadap peredaran benda-benda langit makin teliti dan dalam milenium ke-2 SM mereka mengetahui bahwa planet Venus kembali ke posisi semula sebanyak lima kali selama delapan tahun. Pengamatan mereka ini sejak tahun 1000 SM terus ditingkatkan sehingga pada tahun 700 SM mereka melakukan pencatatan secara sistematik. Dengan demikian mereka dapat mengetahui peredaran planet-planet secara tepat, bahkan mereka dapat mengetahui terjadinya gerhana bulan setiap delapan belas tahun sekali. Dari peredaran bulan mereka mengetahui bahwa satu kali peredarannya rata-rata memakan waktu 29 dan seperampat hari dan bahwa penyimpangan dari rat-rata inipun ternyata berlangsung secara teratur dan periodik.
Pengetahuan tentang kedokteran telah lama dikenal di Babilonia. Pada masa kekuasaan Hammurabi ada peraturan bahwa seorang dokter boleh melakukan operasi terhadap penderita yang dirawatnya. Peraturan itu menyatakan bahwa apabilaseorang dokter berhasil mengoperasi ia mendapat hadiah yang besar, tetapi sebaliknya apabila ia gagal, ia mendapat hukuman dengan cara dipotong tangannya. Berdasarkan kepercayaan pada waktu itu suatu penyakit itu disebabkan oleh adanya roh jahat dalam tubuh manusia, sehingga untuk menyembuhkannya harus diupayakan agar roh jahat itu dapat dikeluarkan dari tubuh manusia yang sedang sakit. Dengan demikian pengobatan pada dasarnya ditujukan untuk mengusir roh jahat tersebut.
Orang –orang Babilonia pada umumnya adalah petani atau pedagang. Karena itu mereka mengenal pula cara pinjam meminjam uang, cara bekerja sebagai tengkulak dan sebagainya yang ada hubungannya dengan perdagangan. Selain itu mereka ada pula yang menjadi ahli dalam hal kerajinan tangan misalnya membuat sepatu, menyamak kulit, memotong batu, mengukir gading, membuat bata, porselen, tekstil dan lain-lain.

WATER TREATMENT


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Indonesia yang memiliki wilayah perairan yang lebih luas dibandingkan dengan daratannya, yaitu sekitar 2/3 daratannya dan juga memiliki curah hujan yang tinggi, maka seharusnya Indonesia tidak memiliki masalah dalam hal ketersediaan air bersih untuk masyarakatnya. Namun pada kenyataannya di beberapa daerah di Indonesia memiliki masalah dengan ketersediaan air bersih dan hal tersebut masih menjadi masalah utama yang disoroti oleh pemerintah.
Bagi manusia, air minum adalah salah satu kebutuhan utama, untuk kebutuhan sehari – hari seperti minum, mandi, cuci, dan sebagainya. Air yang ideal dan memenuhi standar kualitas untuk digunakan dalam kehidupan sehari – hari adalah air yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung kuman dan zat-zat yang berbahaya. Tujuannya adalah mencegah terjadinya serta meluasnya penyakit bawaan air (water-borne-diseases).
Di negara maju standar air minum sudah sangat tinggi, sehingga tersedia air yang siap minum dimana saja (potable water). Sedang di Indonesia, kualitas air minum yang memenuhi syarat belum dapat tercapai, sehingga sistem penyediaan air minum yang disediakan oleh PDAM baru disebut air bersih bukan air minum. Pemakaian air bersih penduduk perkotaan di Indonesia secara langsung 100-200 liter/orang/hari dan pelayanan dengan keran umum 20-40 liter/orang/hari.
Di sini yang akan dibahas bukan mengenai perbandingan standar air minum di Negara maju dengan di Indonesia. Namun lebih menekankan seperti apa proses produksi air yang layak pakai dalam kehidupan sehari – hari dan standar air yang bagaimana yang layak untuk digunakan untuk kehidupan sehari – hari. Karena mengingat di Indonesia terdapat banyak sekali perusahaan – perusahaan yang memproduksi air. Dari mulai perusahaan kecil, menengah, hingga perusahaan besar.

1.2         Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang penulisan, maka rumusan masalah makalah dengan judul pengolahan air ini adalah :
1.        Karakter dan standar seperti apa yang harus dimiliki oleh air agar layak dan dapat digunakan oleh manusia untuk kebutuhan sehari - hari ?
2.        Bagaimana proses pengolahan air, agar air dapat dan layak digunakan untuk kebutuhan sehari – hari manusia ?
3.        Bagaimana pendistribusian air yang telah diolah agar sampai kepada masyarakat ?

1.3         Tujuan Penulisan
1.        Untuk mengetahui karakter dan standar yang harus dimiliki oleh air agar dapat digunakan untuk kebutuhan sehari – hari oleh manusia.
2.        Untuk mengetahui proses dan tahapan yang perlu dilakukan agar dapat menghasilkan air yang layak untuk digunakan dalam kehidupan sehari – hari.
3.        Untuk mengetahui proses pendistribusian air, sehingga sampai kepada masyarakat dan siap digunakan.

1.4         Manfaat Penulisan
Dengan penulisan ini kita dapat mengetahui apa yang disebut air bersih dan apa yang disebut dengan air yang layak digunakan untuk kehidupan sehari – hari. Selain itu, dengan penulisan ini kita dapat mengetahui proses seperti apa yang diperlukan dalam pengolahan air dan kita dapat mengetahui tahapan – tahapan apa saja yang dilakukan dalam pengolahan air.
Lalu dengan penulisan ini kita juga dapat mengetahui bagaimana proses dari pendistribusian air yang sudah siap digunakan kepada masyarakat luas.
 BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1         Sifat – Sifat Air
1.        Sifat Fisik
Sifat – sifat fisik yang dimiliki oleh air dapat dilihat dalam tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1
Rumus Molekul
H2O
Massa Molar
18.02 g/mol
Volume Molar
55,5 mol/L
Kerapatan pada fasa
1000 kg/m³ (liquid),  917 kg/m³ (solid)
Titik leleh
0˚C (273,15 K) (32˚F)
Titik didih
100˚C (373,15 K) (212˚F)
Titk beku
0˚C pada 1 atm
Titik Triple
273,16 K pada 4,6 torr
Kalor Jenis
4186 J/(kg.K)
Tegangan Permukaan
73 dyne/cm pada 20˚C
Tekanan uap
0,0212 atm pada 20˚C
Kalor penguapan
40,63 kJ/mol
Kalor pembentukan
6,013kJ/mol
Kapasitas kalor
4,22 kJ/kg K
Konstanta dielektrik
78,54 pada 25˚C
Viskositas
1,002 centipoise pada 20˚C
Kondiukivitas panas
0,60 W/m K (T=293 K)
Kalor pelelehan
3,34 x 105 J/kg
Temperatur kritis
647 K
Tekanan Kritis
22,1 x 106 Pa
Kecepatan Suara
1480 m/s (T= 293 K)
Permitivitas relatif
80 (T= 298 K)
Indels refraksi (relatif terhadap udara)
1,31 (es; 598 nm; T=273 K; p= p0)
1,34 (air; 430-490 nm; T=293 K; p= p0)
1,33 (air; 590-690 nm; T=293 K; p=p0)

Sifat – sifat fisik yang lainnya yaitu :
1.         Tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
2.         Memilki 3 fasa yang berbeda : cair, gas, dan padat pada temperature normal di bumi.
3.         Dapat menyerap sejumlah kalor karena memiliki kalor jenis yang tinggi.
4.         Mempunyai tegangan permukaan yang sangat tinggi.
5.         Air adalah plarut yang baik karena kepolarannya,konatanta dielektrik yang tinggi dan ukurannya yang kecil, terutama untuk senyawa ionik dan garam yang polar
6.         Air mempunyai titik didih yang tinggi
7.         Air mempunyai massa jenis yang lebih kecil dakam keadaan beku bila dibandingkan dengan keadaan cair, karena sifat ini maka di bagian dalam lautan meskipun suhunya turun tetap berbentuk cair yang memungkinkan makhluk hidup tetap hidup.

2.        Sifat Kimia
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Keadaan air yang berbentuk cair merupakan suatu keadaan yang tidak umum dalam kondisi normal, terlebih lagi dengan memperhatikan hubungan antara hidrida-hidrida lain yang mirip dalam kolom oksigen pada tabel periodik, yang mengisyaratkan bahwa air seharusnya berbentuk gas, sebagaimana hidrogen sulfida. Dengan memperhatikan tabel periodik, terlihat bahwa unsur-unsur yang mengelilingi oksigen adalah nitrogen, flor, dan fosfor, sulfur dan klor. Semua elemen-elemen ini apabila berikatan dengan hidrogen akan menghasilkan gas pada temperatur dan tekanan normal. Alasan mengapa hidrogen berikatan dengan oksigen membentuk fasa berkeadaan cair, adalah karena oksigen lebih bersifat elektronegatif ketimbang elemen-elemen lain tersebut (kecuali flor). Tarikan atom oksigen pada elektron-elektron ikatan jauh lebih kuat dari pada yang dilakukan oleh atom hidrogen, meninggalkan jumlah muatan positif pada kedua atom hidrogen, dan jumlah muatan negatif pada atom oksigen. Adanya muatan pada tiap-tiap atom tersebut membuat molekul air memiliki sejumlah momen dipol. Gaya tarik-menarik listrik antar molekul-molekul air akibat adanya dipol ini membuat masing-masing molekul saling berdekatan, membuatnya sulit untuk dipisahkan dan yang pada akhirnya menaikkan titik didih air. Gaya tarik-menarik ini disebut sebagai ikatan hidrogen.
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-).

1.      Zat padat terlarut Total (ion keseimbangan)
- Mayor konstituen (1-1000 mg / L): Natrium, kalsium, magnesium, bikarbonat, sulfat, klorida.
- Constituens sekunder (0.01-10 mg / L): besi, strontium, kalium, karbonat, nitrat, flouride, boron, silika

2.      Alkalinitas: jumlah ion dalam air yang akan bereaksi dengan ion hidrogen
Sumber : bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-), hidroksida (OH-), HSiO3- ,H2BO3-, dll.
3.      Kesadahan (Hardness) yaitu konsentrasi kation logam dalam larutan.
Dalam kondisi supersaturasi (sangat jenuh) akan bereaksi dengan anion membentuk endapan.
4.      Florida
5.      Logam _ karsinogenik
6.      Zat organik
BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroba untuk mengkonsumsi zat organic.
7.      Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan, seperti karbon, nitrogen, dan fosfor.

2.2         Sumber Air
Volume air bumi mencapai 1,4 miliyar km³ (70% dari permukaan bumi), namun yang banyak digunakan dalam produksi air, baik air minum atau sebagai air PAM adalah air tanah dan air permukaan yang biasanya berasal dari air hujan.
1.        Air tanah
Air tanah di bumi ini tersedia kurang lebih sebanyak 0,72% dari seluruh sumber air yang ada di bumi. Air tanah merupakan air yang terdapat pada pori – pori tanah, pasir, kerikil, maupun batuan yang telah jenuh terisi oleh air. Air tanah terbagi menjadi 2 yaitu akifer tak tertekan dan akifer tertekan. Akifer tak tertekan (unconfined aquifer) merupakan bagian yang  mendapat air dari infiltrasi. Sedangkan akifer tertekan (confined aquifer) terdapat diantara lapisan yang kurang permeabel. Dan airnya berasal dari daerah pengisian atau resapan di perbukitan. Jumlah air bawah tanah 40 kali lebih banyak daripada air permukaan, tetapi penyebarannya tidak merata dengan pergerakan sangat lambat sekitar 1 meter/ tahun.  Muka air tanah akan naik pada musim hujan dan turun pada saat musim kemarau.
2.        Air permukaan
Air permukaan di bumi ini jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan air tanah yaitu hanya sekitar 0.0001% dari jumlah sumber air keseluruhan di bmi. Perairan di permukaan dapat terbentuk oleh air hujan yang tertampung oleh bagian tanah yang lengkung secara alami namun dapat juga berupa bendungan yang dibuat oleh manusia.  Perairan di permukaan ini dapat membentuk suatu ekosistem, misalnya danau dan sungai.

 BAB 3
METODOLOGI PENGOLAHAN DAN PENDISTRIBUSIAN AIR

3.1         Jenis Pengolahan Air Bersih
v  Jenis pengolahan air bersih secara umum:
1.         Penjernihan      : bertujuan menurunkan kekeruhan, Fe dan Mn
2.         Pelunakan        : bertujuan menurunkan kesadahan air
3.         Desinfeksi       : bertujuan membunuh bakteri pathogen
v  Jenis proses pengolahan air bersih:
1.         Secara fisika                : tidak ada penambahan zat kimia (aditif), contoh: pengendapan, filtrasi, adsorpsi, dll.
2.         Secara kimiawi            :  penambahan bahan kimia sehingga terjadi
reaksi kimia.
Contoh penyisihan logam berat, pelunakan, netralisasi, klorinasi, ozonisasi, UV, dsb.
3.         Secara biologi              : memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Contoh saringan pasir lambat.

3.2         Penjernihan Air
1.        Karakteristik tipikal air permukaan di indonesia adalah masalah kekeruhan, yang berfluktuasi tergantung musim. Sehingga sasaran utama adalah “jernih”.
2.        Rangkaian proses penjernihan tergantung dari:
1.         Suspensi koloidal :
1.        Stabil sehingga sulit diendapkan
2.        Ukuran 10-3 – 10-6 mm, memiliki kecepatan mengendap sekitar 1 mm/jam sampai 1 mm/tahun
2.         Non koloidal :
1.        Tidak stabil sehingga mudah diendapkan
2.        Siap untuk mengendap
3.        Proses penjernihan air akan melibatkan unit-unit operasi dan proses berdasarkan sifat fisik dan kimia dari koloid

3.3         Konfigurasi Penjernihan Air
1.        Koloid dengan kekeruhan tinggi :
conditioning → koagulasi + flukolasi → sedimentasi → filtrasi → distribusi → desinfeksi
2.        Koloid dengan kekeruhan sedang atau rendah :
conditioning → koagulasi + flokulasi → filtrasi → distribusi → desinfeksi
3.        Koloid dengan kekeruhan rendah :
conditioning → saringan pasir lambat → desinfeksi
4.        Non koloid :
1.         Filtrasi langsung (direct filtration)
2.         Pengendapan langsung (direct sedimentation)
3.         Kombinasi filtrasi dan sedimentasi

3.4         Proses Pengolahan Air Bersih
Tahapan – tahapan proses pengolahan air bersih :
1.        Air yang berasal dari mata air atau tempat penampungan air disalurkan ke dalam pipa – pipa.
2.        Pada tahap pertama air tersebut akan mengalami proses koagulasi dan flokulasi.
3.        Kemudian air akan dicampur dengan zat – zat kimia seperti klorin, kapur / tawas dan aluminium.
4.        Setelah itu air akan disedimentasi.
5.        Setelah disedimentasi air akan di filtrasi.
Dan tahap terakhir adalah air akan mengalami disinfeksi sebelum akhirnya disimpan di tempat penyimpanan seperti

3.5         Penjernih air
1.      Tawas
Berfungsi untuk memisahkan dan mengendapkan kotoran dalam air. Lama pengendapan berkisar antara 12 jam. Fungsi tawas hanya untuk pengendapan bukan untuk membunuh kuman.
2.      Kaporit
Berfungsi untuk  membunuh bakteri, virus dan mikroba juga untuk menaikan pH air. Tidak digunakan untuk pengendapan karena prosesnya lama.
3.      Batu Gamping
Untuk pengendapan, prosesnya berlangsung sekitar 24 jam. Berfungsi juga untuk menaikan pH air, namun tidak berfungsi untuk membunuh bakteri, virus, dan mikroba.
4.      Arang Batok Kelapa
Berfungsi untuk menjernihkan, menghilangkan bau dan rasa tidak enak dalam air.

3.6         Unit – Unit Pengolahan
1.        Aerasi

Aerasi adalah proses dimana gas dibebaskan atau dilepaskan dari air atau diserap atau dilarutkan. Di dalam pengolahan air minum, aerasi merupakan salah satu pengolahan pendahuluan (preliminary treatment) yang tujuannya adalah meningkatkan kadar oksigen, sehingga dapat mencegah terjadinya proses anaerobik. Proses ini juga bertujuan untuk mengurangi kandungan H2S, Fe, Mn, dan CO2 bebas dan detergen yang terdapat pada air baku.




2.        Prasedimentasi
Prasedimentasi adalah proses pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan benda – benda tersuspensi yang terdiri dari pasir kasar, pasir halus, dan lumpur yang sangat halus dari air baku. Proses ini sangat efektif untuk air baku dengan kekeruhan tinggi.
3.        Koagulasi
Koagulasi adalah proses dimana partikel koloid didestabilkan dan dinetralkan muatan listriknya. Karena partikel koloid adalah partikel yang bermuatan listrik negatif yang sangat stabil. Produk yang digunakan untuk netralisasi disebut koagulan. Koagulan yang paling umum digunakan adalah Aluminium Sulfat Al2(SO4)3 atau sering dikenal sebagai tawas dan reaksinya adalah :
Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 à 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2
4.        Flokulasi
Flokulasi adalah proses pembentukan partikel flok hasil penggabungan partikel – partikel kecil dengan cara pengadukan. Produk yang ditambahkan dalam proses ini disebut flokulan. Flokulan dapat mempercepat laju reaksi atau dapat meningkatkan mutu partikel flok yang terbentuk, sehingga lebih padat dan tidak mudah pecah. Flokulen dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu secara buatan atau alami, muatan listriknya yaitu anionik, kationik, atau non ionik, serta anorganik atau organik. Efektivitas proses flokulasi ini sangat tergantung dari efektivitas proses koagulasi.

5.        Sedimentasi
Partikel flok yang semakin besar volume dan beratnya akan diendapakan secara gravitasi pada bak sedimentasi. Di sini juga dialkukan pembubuhan polimer.
6.        Filtrasi
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran – kotoran yang masih terkandung dalam air dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas air agar air yang dihasilkan tidak mengandung bakteri (sterile) dan rasa serta aroma air. Partikel tersuspensi dan partikel koloid yang tidak dapat dipisahkan pada proses sebelumnya dan akan dipisahkan dengan proses penyaringan. Yaitu proses penyaringan dengan media granular, yang umumnya adalah pasir untuk single media, serta pasir dan antrasit untuk dual media. Pemisahan partikel ini terjadi karena kombinasi proses fisis dan kimiawi. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemisahan partikel pada proses ini adalah :
1.         Penyaringan yang terjadi pada permukaan filter bed.
2.         Sedimentasi yang terjadi dalam filter bed
3.         Kontak antara partikel flokulen dengan permukaan butir pasir atau dengan permukaan partikel flokulen yang telah terdeposit.
4.         Absorbsi.
5.         Koagulasi di dalam filter bed.
6.         Aktivitas biologis yang tergantung dari pada konsentrasi partikel organik yang ada dlam air.

7.         Desinfeksi
Desinfeksi bertujuan untuk memenuhi persyaratan bakteriologi air minum, yaitu bebas dari bakteri pathogen. Desinfektan yang umum digunakan adalah gas Cloor dengan waktu kontak minimum 20 – 30 menit dengan sisa Chloor 0,05 – 0,2 mg/L. Waktu kontak dan sisa Chloor sangat dipengaruhi oleh kadar amonia di dalam air. Jika menggunakan ozone, maka untuk menghasilkan kadar sisa yang sama dibutuhkan waktu kontak hanya kurang lebih 5 menit.
8.         Reservoir
Air yang sudah di desinfeksi dimasukkan dalam tandon air (reservoi) kemudian didistribusikan ke pelanggan.

3.7         Pendistribusian Air
Air yang telah diolah siap untuk didistribusikan kepada para pemakai.
Sarana yang digunakan biasanya menggunakan perpipaan, dikenal sebagai jaringan distribusi air minum.
1.        Selama perjalanannya dari reservoir penampung air, sampai ke keran air di pelangggan, kualitas air harus tetap terjaga. Biasanya dilakukan pengecekan sisa khlor di titik dalam jaringan, agar dijamin tidak ada bakteri patogen yang masuk selama perjalanannya.
2.        Air yang dialirkan oleh jaringan distribusi ini harus dijamin kuantitasnya, tidak boleh terlalu banyak hilang akibat kebocoran. Kebocoran air yang ideal tidak lebih dari 15%. Namun di Indonesia, kebocoran air bisa mencapai 40-45%, bahkan lebih.
3.        Air di konsumen juga hendaknya dijamin masih mempunyai tekanan air. Minimum tekanan air di keran konsumen seharusnya adalah 10 m-kolom air. Untuk mencapai nilai tersebut, biasanya dibutuhkan bantuan pompa atau menara air, kecuali konsumen terletak relatif lebih rendah dari reservoir distribusi air dari sistem penyediaan air tersebut.


BAB 4
PENUTUP

5.1     Kesimpulan
Proses pengolahan air bersih terdiri dari beberapa tahap, yaitu koagulasi dan flokulasi, penambahan zat kimia, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi. Pegolahan air di Indonesia belum maksimal, hal ini bisa dilihat dari banyaknya warga yang masih suit mendapatkan air bersih.
5.2     Saran
·           Pemerintah harus meningkatkan kualitas penyediaan air kepada masyarakat dengan memaksimalkan proses pengolahan air di Indonesia.
·           Karena proses pengolahan air yang panjang dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan air maka hendaknya kita bisa menggunakan air seefisien mungkin.
·           Penggunaan bahan tambahan kimia secukupnya dan sesuai dengan ketentuan pemakaiannya.
  
DAFTAR PUSTAKA

Teknik Lingkungan ITB. (2009). Pengantar Pengolahan Air. [Online]. Tersedia : http://kiluah.ftsl.itb.ac.id [Febuari 2010]
Muhammad Yusuf. (2008). Penyaring Air Sederhana. [Online]. Tersedia : http:// OaseZam WeBloG.htm